Be Positive, Full of Passion and Ideas

Regulasi Akuntansi Dewan Standar Akuntansi Syariah IAI baru-baru ini telah mengesahkan DE PSAK 112: Akuntansi Wakaf tepatnya pada 22 M...

Kentalnya Aspek Pertanggungjawaban dalam ED PSAK 112: Akuntansi Wakaf


Regulasi Akuntansi
Dewan Standar Akuntansi Syariah IAI baru-baru ini telah mengesahkan DE PSAK 112: Akuntansi Wakaf tepatnya pada 22 Mei 2018. Tujuan PSAK ini adalah memberikan pengaturan mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atas transaksi wakaf yang dilakukan baik oleh entitas nazhir dan wakif yang berbentuk organisasi dan badan hukum yang selama ini masih belum diakomodir oleh PSAK Syariah yang ada sehingga menimbulkan berbagai inkonsistensi dalam penerapannya. Beberapa Nazhir menerapkan PSAK 109 atau kebijakan akuntansi lainnya yang berbeda. sedangkan disisi lain, regulator wakaf malah mengeluarkan kebijakan akuntansi sendiri yang berbeda dari kebijakan yang telah ditetapkan Nazhir.
Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa penerbitan PSAK ini secara umum berlandaskan pada adanya kebutuhan publik yang cukup mendesak (public interest theory). Walaupun dalam praktiknya tentu tidak akan bisa kita menilai bahwa penerbitan PSAK ini murni sesuai dengan public interest theory. Sebagaimana kita ketahui bahwa wakaf telah memiliki kodifikasi hukum tersendiri di Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf sehingga dalam DE PSAK 112 ini banyak pertimbangan didasarkan pada regulasi yang ada, disisi lain dalam proses penyusunan PSAK ini juga dibentuk dari tim yang terdiri dari ulama, nazhir, regulator wakaf, dan akademisi yang tentunya memiliki posisi masing-masing. Namun perlu dingat bahwa ketika kita berbicara PSAK Syariah sehingga jika ingin menilai apakah penerbitan PSAK ini merupakan penerapan public interest theory kita harus kembali lagi ke esensi PSAK Syariah yaitu kepatuhan terhadap nilai-nilai Syariah sehingga kepentingan publik kemudian dapat diterjemahkan sebagai bagaimana ketentuan-ketentuan dalam PSAK ini patuh terhadap pengaturan Syariah, bukan hanya sekedar mengakomodasi adanya celah pengaturan akuntansi yang menjadi kebutuhan publik dan terlepas dari posisi pihak mana yang lebih dominan dalam proses penyusunannya.
Akuntansi Pertanggungjawaban
Jika melihat dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan Syariah  tujuan laporan keuangan disebutkan:
“menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisis keuangan suatu entitas Syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi”
Aspek kegunaan dalam pengambilan keputusan disebutkan pertama kali namun selain itu masih ada empat tujuan lainnya yang lebih menekankan pada aspek pertanggungjawaban. Dan memang pada hakikatnya Syariah atau tidaknya sesuatu transaksi ekonomi tentunya akan lebih banyak berbicara pada aspek kepatuhan/pertanggungjawaban sehingga kemudian dalam PSAK 112 ini juga cukup banyak aspek kepatuhan Seperti penekanan harus adanya pengalihan kendali secara hukum untuk pengakuan aset (penggunaan ikrar wakaf), adanya laporan rinci terhadap aset wakaf, pengecualian terhadap ketentuan konsolidasian, penekanan bahwa pengolahan dan pengembangan aset wakaf sebagai tambahan aset wakaf, dan pengungkapan yang lebih rinci terhadap transaksi wakaf.
Isu Pokok
Dalam DE PSAK 112 ini terdapat setidaknya lima isu utama yaitu:
  1. Apakah dana wakaf yang dikelola merupakan suatu entitas pelaporan yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum walaupun tidak memiliki status sebagai badan hukum?
  2. Apakah laporan keuangan dana wakaf tidak dikonsolidasikan kedalam laporan keuangan organisasi atau badan hukum dari nazhir?
  3. Apakah laporan keuangan entitas anak tidak dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan nazhir?
  4. Apakah hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf merupakan tambahan aset wakaf?
  5. Apakah basis imbalan nazhir menggunakan dasar kas?
Secara sederhana, untuk menjawab lima isu utama itu kita kembali pada aspek akuntansi pertanggungjawaban (stewardship). Apakah dana wakaf merupakan suatu entitas pelaporan? Tentunya jika pengelolaan dana wakaf tersebut memerlukan pertangungjawaban kepada berbagai pihak maka dapat disebut bahwa dana wakaf merupakan suatu entitas pelaporan yang kemudian akan menyajikan laporan keuangan bertujuan umum sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada pihak-pihak terkait. Isu kedua terkait konsolidasian, suatu entitas akan melakukan konsolidasi ketika terhadap unsur pengendalian, dalam konteks wakaf entitas tidak memiliki pengendalian terhadap wakaf yang diberikan dalam artian penggunaan aset wakaf tersebut telah ditentukan dalam ikrar wakaf dan regulator dapat mengganti pengelolaa/nazhir jika penggunaan aset tersebut tidak sesuai ketentuan. Hal ini berarti bahwa sekali lagi aspek pertanggungjawaban lebih ditekankan dalam PSAK Wakaf. Isu berikutnya adalah hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf. Hasil pengelolaan dan pengembangan tersebut pada praktiknya ada yang telah diwakafkan oleh nazhir melalui ikrar wakaf dan da yang tidak. Jika kita lihat pada aspek pengakuan aset wakaf maka yang diakui sebagai aset wakaf hanyalah yang telah memiliki ikrar wakaf. Namun dalam DE PSAK 112 DSAS menetapkan bahwa seluruh hasil pengelolaan dan pengembangan tersebut masuk kedalam penambahan aset wakaf yang kemudian harus diungkapkan dalam laporan rincian aset wakaf karena adanya potensi moral hazard yang besar. Penekanan pada tersebut menandakan posisi DSAS akan pentingnya aspek pertanggungjawaban padahal jika kita lihat pada ketentuan mengenai pengakuan aset wakaf maka sebagaian hasil pengelolaan dan pengembangan tersebut belum memenuhi kriteria pengakuan karena tidak memiliki ikrar wakaf. Isu terakhir adalah basis imbalan nazhir, sebenarnya hal ini kurang pas jika diatur dalam PSAK karena imbalan nazhir bukanlah lingkup pengaturan aspek akuntansi. DSAS IAI beranggapan bahwa walaupun bukan merupakan pengaturan akuntansi, imbalan nazhir tersebut merupakan dampak akibat proses akuntansi yang diatur dalam SAK dan regulasi saat ini belum mengatur hal tersebut. Sehingga diperlukan penekanan pada penggunaan dasar kas untuk perhitungan imbalan nazhir. Penggunaan basis kas ini kembali lagi membuktikan penekanan aspek pertanggungjawaban dalam PSAK Akuntansi Wakaf berbeda dengan praktik perusahaan pada umumnya yang seringkali diukur kinerjanya berdasarkan nilai profit dengan basis akrual.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Cari

Translate

catatan

seluruh konten dalam website ini adalah pendapat pribadi dan tidak mewakili tempat saya bekerja maupun tempat saya menempuh pendidikan