Memasuki tahun politik berbagai isu
mulai dilontarkan ke publik. Satu isu yang masih seksi adalah meningkatnya utang
pemerintah yang dikatakan semakin ‘berbahaya’. Tentunya isu ini menjadi
komoditas gorengan yang paling mudah digunakan oleh oposisi karena kebanyakan
orang ‘anti’ untuk berutang. Saya pun tumbuh di keluarga yang percaya utang
akan membawa keburukan dan ‘utang’ adalah momok yang harus dihindari. Mungkin hal
ini juga terjadi di banyak keluarga lainnya. tapi sadarkah anda dibalik
paranoia utang ini ada hal yang menjadi permasalahan mendasar dan berbahaya
bagi ekonomi kita kedepannya.
Salah satu ‘pelajaran’ yang
diberikan pada saya sejak kecil adalah bagaimana utang dapat mengakibatkan pengusaha
bangkrut dan hidupnya menjadi sengsara, bagaimana bekerja di swasta atau wirausaha
adalah hal yang ‘berbahaya’ dan tidak menjamin hidup karena kebanyakan
pengusaha berutang, sehingga akhirnya setiap orang dipandang sukses ketika
mereka mendapat titel sebagai “PNS” karena memiliki kepastian pendapatan setiap
bulannya. Tidakkah anda menyadari bahwa ‘pelajaran’ ini mendidik generasi
penerus sebagai pribadi yang risk averse
dan tidak berani melakukan inovasi. Kita diajari untuk menjadi pekerja kantoran
and that’s it.
Permasalahan mendasar dalam ‘pelajaran’
ini adalah bagaimana bibit-bibit enterprenur mati. Generasi penerus menjadi
takut untuk berwirausaha, takut untuk mengambil risiko, dan menjadikan ‘pegawai
kantoran’ sebagai tujuan hidup sampai akhirnya mereka merasa nyaman dan tidak
akan pernah melakukan terobosan apa-apa. “kita harus bersyukur, sudah bisa
hidup terjamin dan aman tidak usahlah inovasi-inovasi, masih banyak yang susah
makan”, itulah respon umum yang akan didapatkan dan akan terus didengungkan
sebagai pembenaran akan dampak yang tadi sudah saya jelaskan. Syukur adalah alasan
yang benar dan kita semua patut bersyukur untuk apa yang telah Tuhan berikan
kepada kita. Namun saat ini zaman sudah berubah, kita dipenuhi dengan
persaingan dalam kebaikan, seluruh sektor memerlukan inovasi agar mampu
memberikan yang terbaik dan sebuah pola pikir yang menutup inovasi tersebut
bukanlah jawaban yang tepat.
Kenapa pemerintah berutang? Secara
umum adalah karena kita menerapkan kebijakan anggaran defisit yang disebabkan
oleh perekonomian yang belum mampu mencapai output optimal sehingga diperlukan
dorongan berupa belanja pemerintah yang lebih besar dan kebijakan ekspansif lainnya
untuk meningkatkan gairah aktivitas perekonomian terutama di sektor swasta. Namun,
gairah tersebut tidak akan pernah bergelora jika setiap orang dididik untuk
menjadi seorang yang mencari aman.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pendorong
PDB kita adalah konsumsi, hal ini tergambar secara sederhana dari fenomena
sehari-hari dimana kita berusaha mencari pekerjaan yang ‘aman’ dan kemudian
menjalani gaya hidup konsumtif seperti belanja, jajan di mall dll karena sudah
merasa ‘aman’. Kalau sudah merasa aman, maukah anda untuk mengambil risiko dan
keluar dari rasa aman? Saya yakin kebanyakan orang menjawab “tidak” dan akhirnya
secara agregat jika mayoritas orang berpikiran hal yang sama berakibat pada
rendahnya produksi dalam negeri atau lemahnya ‘gairah’ ekonomi swasta dan
akhirnya kebijakan defisit akan terus berjalan.
Jadi kenapa pemerintah berutang? Jawabannya
adalah karena pola pikir kita yang hidup dalam dokterinisasi
untuk membenci utang dan mencari jalan hidup aman sehingga akhirnya jika
dilakukan secara bersama-sama berakibat pada matinya inovasi dan produktivitas
nasional. Pola pikir kita yang risk
averse mengakibatkan pemerintah berutang karena perekonomian menjadi belum
optimal. JADI JANGAN SALAHKAN SIAPA-SIAPA,SALAHKAN DIRI KITA SENDIRI. Janganlah jadikan isu ini untuk
semakin menakuti masyakarat dan mengakibatkan masalah ini terus terulang. Mau sampai
kapan politisi-politisi kita mau memakai isu ini dan semakin menjebak bangsa
kita dalam permasalahan yang sama?. Dewasalah!!! dan semoga kedepan akan
bermunculan entrepreneur-entrepreneur muda yang mampu merubah struktur
perekonomian kita.